VISI MISI SMP NEGERI 2 BANYUWANGI BERKARAKTER, BERPRESTASI, DAN BERBUDAYA LINGKUNGAN

Minggu

FESTIVAL NDHOG NDHOGAN

Festival Ndhog Ndhogan SMP Negeri 2 Banyuwangi
(Lestarikan Tradisi Sejak Tahun 1926)

Pelopor Ndhog Ndhogan: Mbah Yai Abdullah Fakih
    Ndhog-ndhogan bagi masyarakat Banyuwangi selalu identik dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,  tradisi yang muncul sekitar tahun 1926 ini dipelopori oleh Mbah Yai Abdullah Fakih dari Cemoro Songgon Banyuwangi. Endhog-ndhogan adalah produk budaya lokal Banyuwangi. Beberapa bulan setelah deklarasi jam’iyah NU tahun 1926, menjelang bulan Robiul awwal, Mbah Yai Kholil Bangkalan memanggil para alumnus Ponpes Kademangan Bangkalan yang dipimpinnya. Mereka antara lain adalah KH. Hasyim Ashari, pendiri Ponpes Tebu Ireng Jombang, Mbah Yai Abdul Karim pendiri Ponpes Lirboyo Kediri, Mbah Yai Abdul Wahab Hasbulloh pendiri Ponpes Tambak Beras Jombang, Mbah RM.Mudasir (KH.Abdullah Fakih) pendiri Ponpes Cemoro Balak Songgon Banyuwangi, KH.Asmuni pendiri Ponpes Teratai Sumenep Madura, Mbah Yai Ach.Abas Buntet Cirebon, Mbah Yai Nawawi Gersik dan lain-lain. “Mbah Yai Kholil itu ngendika, saiki kembange Islam wis lahir ning Nusantara arupa endhog. Yoiku, kulite NU isine amaliyah ke-NU-an. Kulit tanpa isi kopong, isi tanpa ono kulite ya keleleran.
    Sepulang dan reuni, Mbah Yai Abdullah Fakih yang nama aslinya Mbah Raden Mas Mudasir mengeluarkan pelanca (dipan). Seluruh pinggiran dipan dipasangi gedebog (pohon pisang) kemudian telor yang sudah disunduk dengan sujen dan dihias bunga-bunga ditancapkan pada gedebog tadi. Di tengah-tengah dipan diberi hampir seluruh perabot dapur. Kemudian dipan digotong beramai-ramai oleh para santrinya berkeliling kampung dengan melantunkan salawat dan bacaan dzikir lainnya. Setiap sampai di tikungan jalan kampung, arak-arakan berhenti, dan salah satu santrinya ada yang bertugas sebagai muadzin. Akhir arak-arakan, jodang dipan tadi di bawa masuk ke masjid. Di dalam masjid seluruh hadirin semakin bersemangan melantunkan syair-syair salawat untuk kanjeng Nabi Muhammad SAW. Mulai saat itu santri-santri lulusan Cemoro yang kebanyakan dari masyarakat berbahasa Using, selalu melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Kyainya saat menjelang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Para santri kebanyakan dari Benculuk ke utara sampai Banyuwangi,Giri dan Glagah.
     Itulah sekilas tentang asal muasal dari ndhog-ndhogan, hingga saat ini budaya tersebut masih lestari hingga kini masuk agenda Banyuwangi Festival yang berupa Festival Ndhog Ndhogan 2017. Hari Sabtu, 2 Desember 2017 merupakan puncak dari kegiatan yang dihadiri oleh pejabat pemerintahan kaupaten Banyuwangi termasuk bapak Abdullah Azwar Annas sebagai bupati yang dalam sambutannya mengungkapkan, "Kegiatan ini punya makna yang luas. Selain untuk memperingati Maulid Nabi, kita ingin agar orang-orang di luar Banyuwangi merasakan spirit dan semangat warga kita yang begitu luar biasa dalam memperingati Maulid Nabi. Sehingga ini menjadi syiar budaya Islam yang asli produk kearifan lokal Banyuwangi." 
    Sebagai bagaian dalam kegiatan festival, SMP Negeri 2 Banyuwangi juga mengikuti jalannya kegiatan festival dengan seksama. Tampil dengan mengenakan busana muslim serba putih, sekolah yang terletak di Jalan Ranggawuni ini menampilkan kekhasan peringatan maulid nabi tempo dulu yaitu mengarak jodang yang berisi telur hias, nasi ancak (nasi dan lauk pauk yang di bawa dengan batang daun pisang), dan kendi yang berisi air minum. Setelah kegiatan peringatan maulid nabi di depan Kantor Bupati Banyuwangi, masyarakat dan seluruh siswa yang berkumpul di depan kantor bupati menikmati hidangan yang sudah tersedia.
Bapak/Ibu Guru Bersama Santri SMP Negeri 2 Banyuwangi
Ndhog Ndhogan SMP Negeri 2 Banyuwangi
SMP Negeri 2 Banyuwangi Mengarak Ndhog Ndhogan, Ancak dan Kendi
SMP Negeri 2 Banyuwangi Siap Santap Ancak
Kru Dekor SMP Negeri 2 Banyuwangi
 

Tidak ada komentar: